Langsung ke konten utama

Iklan #2

Novel "Sepasang Anak Petani" buah karya dari saya. Tidak banyak isinya, hanya beberapa poin yang saya cantumkan di dalamnya. Dan ya, tidak juga terlalu sempurna, banyak typonya. Bahkan Ester juga mengakui itu! 

Halaman novel ini lebih kurangnya 300+ dengan cerita yang dapat menidurkan pembacanya. Tidak banyak isinya, hanya ada beberapa poin penting yang saya cantumkan. Dari kemanusiaan, keadilan, cinta, alam, keserderhanaan dan tentunya sedikit bumbu motivasi. Alurnya juga sedikit berantakan tapi untungnya selalu ada kesempatan untuk memperbaiki.

Saya cerita sedikit tentang isi bukunya:

Ada satu sosok, pemabuk, kata para ras terkuat di desa atau ibu-ibu, dia adalah "korannya para ibu-ibu". Benar, sebab dia memang menjadi bahan cerita atau gosip ibu-ibu di awal pagi ataukah sore hari.

Dia itu, Briel. Punya teman namanya Frans, mereka berdua sering minum sebelum mereka berangkat ke kota besar untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Singkatnya, Briel tidak lolos di negeri, ia masuk di salah satu kampus swasta. UNAMSA, sebutan kampusnya, salah satu kampus penghasil pengangguran terbanyak! 

Namun sayang, belum sempat aktif kuliah, Frans terseret masuk ke dalam penjara sebab ada salah satu masalah di keluarga Briel yang terpaksa melibatkan Frans sampai terseret ke dalam penjara. 

Berjalannya waktu, akhirnya Briel masuk pada tahap orientasi. Awal masuk sudah membandel, melawan senior dan menerapkan apa yang tidak sejalan dengan pikirannya. Tentu, dalam lingkungan kampus Briel bertemu banyak orang, salah satunya adalah Ester. Anehnya, Ester kuliah di kampus yang berbeda. 

Ester, seorang yang memiliki segalanya. Ternyata itu adalah kakak kelas Relis, adiknya Briel. Ester dan Relis berteman dekat. Hingga, pada suatu masa ketika Briel jalan-jalan bersama Ester ke suatu tempat yang kemudian di sebuat padang rumput, Briel dan Ester berhasil saling terikat dalam satu hubungan. 

Tapi ternyata, Relis punya tujuan lain dibalik sepengetahuan Briel sampai Relis berkorban nyawa untuk kakaknya...

Gitu aja dulu, yang mau tau kelanjutannya, silahkan periksa gambar di bawah ini. Ada jalan menuju penulisnya tertera di bawahnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tetanggaku

"Orang yang paham akan cenderung mempelajari dan, orang yang tidak paham akan cenderung menghakimi." Masyarakat Sini. Beginilah hidup di tengah-tengah mereka. Apa-apa kalau kita orang tak berada yah di lihat ke bawah. Padahal aslinya otak mereka harus sedikit di bedah. Tidak harus banyak. Sedikit saja.  Hidup di tengah-tengah mereka, tidak jarang membuatku menepi. Bukan karena takut atau tidak berani. Tapi, mau dikasih tahu mereka tidak peduli. Dibiarkan malah menjadi-jadi. Lepas itu. Mereka yang sepaham akan sama-sama mempelajari dan mereka yang tidak sepaham akan sama-sama menghakimi.  Tak jarang pula, aku kerap menemukan kejanggalan. Yang katanya beretorika jadinya mengada-ada. Yang katanya berlogika jadinya pasang dada. Yang katanya punya segalanya jadinya meminta-minta tenaga kerja. Jadi pusing yang pamam mana dan yang tidak.

Dari kaca mata mereka

Ayam-ayam jantan berkabar ke seluruh kota. Si tukang koran baru saja lewat. Para mahasiswa satu per satu tampak lalu lalang. Pameran-pameran kaos baru saja di mulai. Stile-stile mulai beradu gengsi. Sepatu putih, celana jeans , dan tentu saja jaket over size . Kalau tidak, yah pasti baju dengan ukuran yang melebihi badan si pamerannya.  Kurang lebih dua menit. Aku baru saja tiba di kampus. Celana ala kadarnya. Kata mereka sih, ini adalah celana buangan. Kemeja flanelku terkesan seperti "Jamet" kata temanku. Itu masih mending, masih nyaman, dan tentu tidak merugikan mereka. Di atas kepalaku berdiamlah kupluk yang paling banyak di lirik oleh mereka. Kata mereka lagi, ini membuatku tampak seperti anak kuli bangunan bukan anak kuliahan.  Tertelan menit. Lewatlah sepatu putih melintas di depanku. Kali ini aku sudah duduk di tangga. Mumpung dosen belum ada, barangkali sebatang rokok masih bisa membunuh pikiranku tentang lirikan mereka. Contohnya saja yang baru saja lewat. Sepatu pu...

Pemulihan - Hari Pertama

Pagi  ini terasa berbeda lagi dari pagi yang kemarin. Hari ini lebih sedikit membahagiakan, walau pikiran-pikiran masih sering mengacaukan perjuangan pemulihan ini. Pulih yang saya maksudkan adalah pulih dari apa yang terus menempel dalam pikiran. Dengan kata lain adalah pikiran buruk serta ketakutan. Dari pengantar hingga sampai di halaman ini, mungkin masih belum cukup untuk menjelaskan apa sebetulnya tujuan tulisan ini. Saya sendiri sebagai dalang lahirnya tulisan ini tidak mengerti apa yang saya tuliskan. Ini hanya semacam bercerita tanpa suara. Melepaskan keresahan yang ada dalam pikiranku. Bukankah kekacauan juga seperti itu, sering kita tidak tahu di mana letak kekacauan bermula. Tapi semalam saya mendapatkan sebuah kesadaran, bahwa kekacauan ini berawal dari kekecewaan kita yang mulai menyerempet masuk ke dalam batin kita. Yang pada akhirnya menjatuhkan kita pada dunia yang bukan kita inginkan. Kita jauh dari Tuhan. Kita kekurangan kebahagiaan. Kita haus akan perhatian, ent...