Langsung ke konten utama

Banyak Tapinya, Tapi Untungnya Aku Terus Berjalan: #2

Tapi terlalu sibuk ya? Sampai-sampai waktu yang aku minta benar-benar tidak ada. Kalaupun ada, kita gunakan untuk beradu argumen. Sesulit ini mengembalikan keadaan. Bahkan dengan waktu sekecil itu, bukannya kita gunakan untuk bersandar melainkan kita gunakan untuk bertengkar.

Sampai sekarang aku masih terjaga, manunggu, dan terus bertanya-tanya. Di mana bagian yang membuatmu diam? Di mana letak kesalahannya? Apa benar kau sudah bosan? Sialan! Apa tidak ada pertanyaan lain selain itu? 

Aku tidak terbiasa tanpa kabar, walau hanya sejenak dari sela-sela kesibukanmu, itu sudah cukup untuk membuatku yakin atau paling tidak aku merasa bahwa aku masih dihargai. Tapi, selalu menuntutmu guna memenuhi kebutuhanku adalah sesuatu yang menurutku kurang baik. Namun, dengan cara apalagi yang dapat aku lakukan untuk mengusir kekhawatiran yang membandel? 

Aku sudah memutar beberapa kali lagu yang aku sukai atau yang kamu sukai. Pelarian nomor satu yang aku lakukan di dalam kondisi terjebak seperti ini. Sayang sekali, itu semua tidak membuatku benar-benar bisa tanpa kabar darimu. Lagi-lagi aku berpura-pura sampai tidak ada jalan yang aku temui selain menghubungimu. Aku tak tahan untuk menghubungimu, alhasil sebagian harga diriku hilang hanya karena berusaha membuktikan seberapa menderitanya tanpa dirimu.

Aku terbiasa menunggu sampai aku tidak sadar hingga lelap sendiri dalam tidurku. Saat bangun kalau kelopak mataku tak hitam sudah pasti jatuhnya bengkak. Akhir-akhir ini memang seberat ini menahan diri untuk terbiasa berpura-pura kuat saat sebelum kembali mengukir cerita yang hebat.

Kalaupun kelak nanti, ceritaku tidak sehebat orang lain, setidaknya aku juga sudah pernah membuktikan bahwa aku bisa menjalani hari-hariku dengan kuat. Itu juga sudah termasuk bagian paling hebat dalam diriku sendiri.

Tidak ada yang lebih menyenangkan bagiku selain menerima diri sendiri. Bodoh atau pintar, pendiam atau berisik, ganteng atau jelek, buruk atau baik, orang-orang yang berani jujur pada dirinya sendiri adalah orang yang paling hebat menurutku.

Selama ini, aku sudah mengakuinya sebaik mungkin, sejujur mungkin, dan sebisa mungkin. Dari semua itu, aku menemukan bahwa biarpun tanpa dirimu, aku ternyata bisa sekuat itu. Memang aneh selalu mendambakan kasih sayang dan dukungan darimu, padahal sesungguhnya aku juga bisa menjalaninya sendiri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tetanggaku

"Orang yang paham akan cenderung mempelajari dan, orang yang tidak paham akan cenderung menghakimi." Masyarakat Sini. Beginilah hidup di tengah-tengah mereka. Apa-apa kalau kita orang tak berada yah di lihat ke bawah. Padahal aslinya otak mereka harus sedikit di bedah. Tidak harus banyak. Sedikit saja.  Hidup di tengah-tengah mereka, tidak jarang membuatku menepi. Bukan karena takut atau tidak berani. Tapi, mau dikasih tahu mereka tidak peduli. Dibiarkan malah menjadi-jadi. Lepas itu. Mereka yang sepaham akan sama-sama mempelajari dan mereka yang tidak sepaham akan sama-sama menghakimi.  Tak jarang pula, aku kerap menemukan kejanggalan. Yang katanya beretorika jadinya mengada-ada. Yang katanya berlogika jadinya pasang dada. Yang katanya punya segalanya jadinya meminta-minta tenaga kerja. Jadi pusing yang pamam mana dan yang tidak.

Dari kaca mata mereka

Ayam-ayam jantan berkabar ke seluruh kota. Si tukang koran baru saja lewat. Para mahasiswa satu per satu tampak lalu lalang. Pameran-pameran kaos baru saja di mulai. Stile-stile mulai beradu gengsi. Sepatu putih, celana jeans , dan tentu saja jaket over size . Kalau tidak, yah pasti baju dengan ukuran yang melebihi badan si pamerannya.  Kurang lebih dua menit. Aku baru saja tiba di kampus. Celana ala kadarnya. Kata mereka sih, ini adalah celana buangan. Kemeja flanelku terkesan seperti "Jamet" kata temanku. Itu masih mending, masih nyaman, dan tentu tidak merugikan mereka. Di atas kepalaku berdiamlah kupluk yang paling banyak di lirik oleh mereka. Kata mereka lagi, ini membuatku tampak seperti anak kuli bangunan bukan anak kuliahan.  Tertelan menit. Lewatlah sepatu putih melintas di depanku. Kali ini aku sudah duduk di tangga. Mumpung dosen belum ada, barangkali sebatang rokok masih bisa membunuh pikiranku tentang lirikan mereka. Contohnya saja yang baru saja lewat. Sepatu pu...

Pemulihan - Hari Pertama

Pagi  ini terasa berbeda lagi dari pagi yang kemarin. Hari ini lebih sedikit membahagiakan, walau pikiran-pikiran masih sering mengacaukan perjuangan pemulihan ini. Pulih yang saya maksudkan adalah pulih dari apa yang terus menempel dalam pikiran. Dengan kata lain adalah pikiran buruk serta ketakutan. Dari pengantar hingga sampai di halaman ini, mungkin masih belum cukup untuk menjelaskan apa sebetulnya tujuan tulisan ini. Saya sendiri sebagai dalang lahirnya tulisan ini tidak mengerti apa yang saya tuliskan. Ini hanya semacam bercerita tanpa suara. Melepaskan keresahan yang ada dalam pikiranku. Bukankah kekacauan juga seperti itu, sering kita tidak tahu di mana letak kekacauan bermula. Tapi semalam saya mendapatkan sebuah kesadaran, bahwa kekacauan ini berawal dari kekecewaan kita yang mulai menyerempet masuk ke dalam batin kita. Yang pada akhirnya menjatuhkan kita pada dunia yang bukan kita inginkan. Kita jauh dari Tuhan. Kita kekurangan kebahagiaan. Kita haus akan perhatian, ent...