Langsung ke konten utama

Dari kaca mata mereka

Ayam-ayam jantan berkabar ke seluruh kota. Si tukang koran baru saja lewat. Para mahasiswa satu per satu tampak lalu lalang. Pameran-pameran kaos baru saja di mulai. Stile-stile mulai beradu gengsi. Sepatu putih, celana jeans, dan tentu saja jaket over size. Kalau tidak, yah pasti baju dengan ukuran yang melebihi badan si pamerannya. 

Kurang lebih dua menit. Aku baru saja tiba di kampus. Celana ala kadarnya. Kata mereka sih, ini adalah celana buangan. Kemeja flanelku terkesan seperti "Jamet" kata temanku. Itu masih mending, masih nyaman, dan tentu tidak merugikan mereka. Di atas kepalaku berdiamlah kupluk yang paling banyak di lirik oleh mereka. Kata mereka lagi, ini membuatku tampak seperti anak kuli bangunan bukan anak kuliahan. 

Tertelan menit. Lewatlah sepatu putih melintas di depanku. Kali ini aku sudah duduk di tangga. Mumpung dosen belum ada, barangkali sebatang rokok masih bisa membunuh pikiranku tentang lirikan mereka. Contohnya saja yang baru saja lewat. Sepatu putih itu. Yang hampir semua mahasiswa menggunakannya di kampus. Asap terbang seiring pikiranku melayang. Apa tak ada yang lain agar mereka kelihatan sedikit berbeda. Di mataku mereka kok semuanya sama saja. 

Aku tersenyum kecil menatap sepatu kusamku. Sepatu yang di jual di pasar-pasar bukan di toko-toko. Tidak masalah sekali, itu bukan urusanku. Yang menjadi urusanku adalah bagaimana aku nyaman dengan apa yang aku miliki. Kalau perihal menilai, biarkan saja mereka yang menilai, aku tak ingin menambah urusanku. Toh, bukankah berbeda bukan berarti tak bernapas. Selagi aku bernapas dan masih bisa berpikir aku tetaplah sama dengan mereka—sama-sama manusia. 

Dalam senyumku mulai membanding-bandingkan dan bertanya-tanya. "Ada yang salah denganku? Apakah si pameran itu kehilangan barang pamerannya ketika aku terlihat sedikit berbeda? Jelas itu tidak mungkin. Lalu apa?"

Aku lagi-lagi tersenyum. Tangga-tangga bahkan sudah mengira bahwa aku adalah orang gila. "Di kampus ini kok semuanya terlihat sama, jadi bagaimana caraku membedakan si pameran A dengan si pameran B? Agak susah juga!" 

Batinku berbisik-bisik seolah-olah dia baru saja menemukan sesuatu. "Loh iya, aku berbeda dari mereka. Jadi itung-itung itu adalah cara untuk membedakan aku dari mereka. Kalau aku mau maksa terlihat seperti mereka, jadi aku bukan lagi aku tapi mereka. Biar saja! Aku tetaplah aku."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tetanggaku

"Orang yang paham akan cenderung mempelajari dan, orang yang tidak paham akan cenderung menghakimi." Masyarakat Sini. Beginilah hidup di tengah-tengah mereka. Apa-apa kalau kita orang tak berada yah di lihat ke bawah. Padahal aslinya otak mereka harus sedikit di bedah. Tidak harus banyak. Sedikit saja.  Hidup di tengah-tengah mereka, tidak jarang membuatku menepi. Bukan karena takut atau tidak berani. Tapi, mau dikasih tahu mereka tidak peduli. Dibiarkan malah menjadi-jadi. Lepas itu. Mereka yang sepaham akan sama-sama mempelajari dan mereka yang tidak sepaham akan sama-sama menghakimi.  Tak jarang pula, aku kerap menemukan kejanggalan. Yang katanya beretorika jadinya mengada-ada. Yang katanya berlogika jadinya pasang dada. Yang katanya punya segalanya jadinya meminta-minta tenaga kerja. Jadi pusing yang pamam mana dan yang tidak.

Pemulihan - Hari Pertama

Pagi  ini terasa berbeda lagi dari pagi yang kemarin. Hari ini lebih sedikit membahagiakan, walau pikiran-pikiran masih sering mengacaukan perjuangan pemulihan ini. Pulih yang saya maksudkan adalah pulih dari apa yang terus menempel dalam pikiran. Dengan kata lain adalah pikiran buruk serta ketakutan. Dari pengantar hingga sampai di halaman ini, mungkin masih belum cukup untuk menjelaskan apa sebetulnya tujuan tulisan ini. Saya sendiri sebagai dalang lahirnya tulisan ini tidak mengerti apa yang saya tuliskan. Ini hanya semacam bercerita tanpa suara. Melepaskan keresahan yang ada dalam pikiranku. Bukankah kekacauan juga seperti itu, sering kita tidak tahu di mana letak kekacauan bermula. Tapi semalam saya mendapatkan sebuah kesadaran, bahwa kekacauan ini berawal dari kekecewaan kita yang mulai menyerempet masuk ke dalam batin kita. Yang pada akhirnya menjatuhkan kita pada dunia yang bukan kita inginkan. Kita jauh dari Tuhan. Kita kekurangan kebahagiaan. Kita haus akan perhatian, ent...