19 Mei
Sudah lama aku tak lagi mengunjungi blog ini. Sampai, puncuk malam ini aku kembali lagi. Rasa-rasanya untuk kembali ke blog ini cukup aneh bagi sebagian orang, namun aku kembali sadar bahwa apa yang membuatku sampai sejauh ini adalah istirahat sejenak dari dunia luar, yang di mana dunia luar yang aku maksudkan itu adalah media sosial.
Media sosial memang asik, tetapi mengonsumsinya terlalu banyak juga buruk. Kenapa demikian?
Aku tak tahu apa tanggapan orang di luar sana tentang dampak media sosial, pastinya ada yang beranggapan positif dan ada juga yang negatif. Di sini, aku bukan memihak antara kedua pilihan tersebut. Aku hanya menyampaikan sesuatu yang aku dapatkan setelah sepanjang ini melalui hidup sebagian dari media sosial.
Media sosial ini sulit ditinggalkan, bak seorang pasangan hidup. Terlalu menggantungkan sesuatu di sana sampai lupa bahwa hal penting lainnya tertinggal jauh. Misalnya, dulu aku punya banyak bakat, dari dunia seni sampai dunia olahraga. Namun seiring aku sibuk main media sosial, alhasil potensi-potensi itu kian hari kian menurun sampailah aku pada suatu titik di mana aku mulai sadar dan berkata,
"Ini dulu, gua gak gini... Dulu tuh gua bisa ini, bisa itu, tapi kok sekarang udah gak bisa ya?"
Dan apakah sobat tahu kenapa kalimat tanya di atas muncul dalam pikiranku? Itu semua adalah sebab dari media sosial yang terlalu banyak. Tiap hari, aku mendapatkan beberapa video tentang kesuksesan seseorang dalam suatu bidang, melukis misalnya. Berhubung, dulu aku juga memiliki bakat melukis, akhirnya aku mencoba melukis lagi. Dan, hasilnya benar-benar berbeda. Rasanya lukisan yang aku buat tak bernilai dan tidak punya kesan estetika. Hal itulah yang kemudian membuatku sampai berpikir seperti yang ada di dalam tanda kutip di atas. "Kok gak sama lagi ya? Perasaan dulu bagus?"
Aku tidak bisa memastikan, entah karena perubahan ataukah ada sebab keadaan psikologis yang membuatku merasa bahwa apa yang aku alami adalah sesuatu yang layak terjadi. Aku hanya berpikir bahwa dalang dibalik semua itu adalah kurangnya percaya diri.
Di hari selanjutnya, aku terus berusaha membuat lukisanku lebih baik tetapi selalu berujung pada satu kata "jelek". Hari itu pula, muncul pemikiran baru dalam diriku, bahwa aku terlalu membandingkan karyaku dengan apa yang aku lihat dari orang lain dan itu benar-benar suatu kesalahan terbesarku. Dengan kata lain bahwa apa yang aku hasilkan tidak benar-benar seperti yang ada di dalam pikiranku hingga aku berhenti melukis karena terlalu banyak berpikir bahwa lukisanku tidak bernilai, padahal aku tahu bahwa setiap lukisan punya makna tersendiri dan kesan tersendiri. Hanya saja, untuk membuatnya tampak lebih indah, maka aku harus terus berlatih tanpa memikirkan ataukah membandingkannya dengan karya orang lain.
Tanpa aku sadari bahwa tak semua orang bisa melukis, ada yang luar biasa, ada yang biasa, dan ada yang benar-benar tidak bisa. Bagian inilah yang kemudian membuatku kembali berpikir bahwa ternyata di dalam semua bidang selalu ada tempat untuk berkembang selama aku terus belajar. Lalu, mendapatkan penilain dari diri sendiri dan orang lain juga adalah suatu pelajaran. Ini yang aku lupakan dan itu benar-benar, sial!
Aku kembali kepada dampak mengonsumsi media sosial terlalu banyak. Sebab pemikiran-pemikiran tentang hasil karyaku yang berbeda dari yang sering aku lihat, maka tertimbunlah bakat itu. Kemudian muncul hal baru yang lebih menyenangkan, mencobanya, bosan, lalu lemudian berpindah. Akhirnya, aku kehilangan sesuatu yang bisa menjadi dasar untuk aku kembangkan menjadi sebuah pegangan untuk masa depan.
Komentar
Posting Komentar