Langsung ke konten utama

Sisi Lain

Malam ini aku tak ingin melewatkan cerita pulang malamku kali ini. Baru saja aku tiba di rumah. Bersandar dan berhadapan dengan laptop jadul ini. Saat sebelum aku pulang dari rumah salah satu temanku. Aku sempat mengira bahwa aku akan sampai atau tidak, nyatanya pikiran konyol itu terjadi lagi. Bahwa sekarang ini aku masih bisa tiba di rumah dengan selamat.

Ini adalah pulang malamku yang pertama kali. Setelah sudah satu tahun lamanya mengurung diri di dalam kamar kost. Kali ini cukup beda. Aku di kampung, dulu-dulu tempatku bukan di kamar ini. Namun, pada kamar teman. Kamar ini sungguh membuatku jengkel. Isinya hambar, rusak, bangunan tua. Tersusun dari papan-papan buangan dari tetangga. Yah, sekarang ini jauh lebih indah. Kasur Ibu sangat nyaman. Bantalnya mampu menemani ceritaku hingga pagi datang lagi.

Bukan itu yang aku banggakan. Melainkan tentang kedatangan temanku dari Yogyakarta. Naldio. Dia kuliah di Yogyakarta. Aku tak sempat menanyakan universitasnya karena saking banyaknya cerita yang tidak ingin kami lewatkan setelah bertahun lamanya kami tak berjuampa. Setelah lulus dari sekolah menengah pertama (SMP) kami berpisah. Beda sekolah ditambah lagi beda universitas membuatku tak ingin melewatkan kecil apa pun cerita yang kami lalui selama ini. Tentang dunia perkuliahan dan tentang kehidupan di perantauan. Jujur saja aku masih terngiang-ngiang dengan cerita kami barusan. 

Masih ada satu lagi temanku. Marsel. Ia juga adalah seorang mahasiswa. Bedanya, ia menjadi seorang penjaga kampung. Di kota, yang hampir setengah jam naik kuda besi hingga kota tempat ia berkuliah di temui. Laki-laki kribo itu telah banyak berubah. Dari segi rohani maupun jasmani kian berubah pesat. 

Sial mereka masih mengingat tentang pembulian terhadapku semasa SMP. Tentunya kelakar menguasai lingkaran. Di sisi lain mereka menjadikanku sebagai motivasi dalam hidup mereka. Tentang aku yang di buli karena sepatuku bolong kanan kiri hari itu. Tentang aku yang di jauhi oleh orang-orang, dan tentang aku yang selalu gagal dalam percintaan hingga hidup dalam lingkaran setan. Pada akhirnya, aku mampu menunjukkan siapa diriku. Aku adalah seorang penulis. Sekalipun tidak begitu mahir dan buku yang aku tulis tidak begitu laku di pasaran. Namun, mereka mampu membangkitkan lagi semangatku untuk terus menulis. Dan, masih banyak cerita lagi. Lain kali lagi aku menulis tentang aku dan mereka. Hanya satu saja yang menjadi topik paling bersejarah dalam hidupku hari ini, bahwa pulang malam tidak selalu adalah orang yang kurang ajar bahkan mereka adalah orang yang penuh banyak cobaan, ujian, dan tentunya; kegelapan.

Pada saat aku turun dari tangga. Perasaanku tak karuan. Ayam-ayam berkokok di pucuk malam. Kakiku lambat berjalan. Aku tiba di parkir. Motoku mulai menerobos pucuk malam. Lumayan jauh. Kurang lebih setengah jam hingga aku tiba di rumah. Di kampungku, daerah-daerah sakral masih banyak. Tak jarang itu membuat bulu kudukku berdiri semua. Kuburan-kuburan selalu menghias mata. Dan, yah aku dalam keadaan sendiri. Dalam pikiranku tidak mungkin menolak bahwa aku ketakutan. Setiap jalan yang sunyi, aku menancap gas agar cepat-cepat melewatinya. Tujuan satu-satunya adalah pulang ke rumah. Di bukakan pintu oleh Ibu dan aku berasa aman. Tidak sendiri lagi dan tidak takut lagi. Lalu apa intinya perjalanan itu. Bukan lain adalah analogi kehidupan. 

Barangkali orang-orang biasanya mencap pulang larut malam adalah orang kurang ajar. Pulang sempoyongan. Tapi satu sisi lain bahwa dalam kegelapan, kita masih bisa berjalan. Rasa takut akan kita hiraukan hanya untuk segera mencapai tujuan dengan aman dan selamat. Kalau dulu aku pulang sempoyongan tidak ke rumah karena takut tapi sekarang aku benar-benar merasakan bahwa sekecewa-cewenya orang tua mereka tidak akan pernah menutup pintu bila kita mengetuk. Berbicara jujur bahwa kita baru saja melakukan kesalahan. 

Jalan pulangku bukan lagi tentang kasur teman, tapi kamar ini. Kasur ini. Dan, rumah ini. Tidak ada yang lebih nyaman selain kasur Ibu dan tidak ada cinta yang lebih tulus selain dari Ibu.

Love you mother 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tetanggaku

"Orang yang paham akan cenderung mempelajari dan, orang yang tidak paham akan cenderung menghakimi." Masyarakat Sini. Beginilah hidup di tengah-tengah mereka. Apa-apa kalau kita orang tak berada yah di lihat ke bawah. Padahal aslinya otak mereka harus sedikit di bedah. Tidak harus banyak. Sedikit saja.  Hidup di tengah-tengah mereka, tidak jarang membuatku menepi. Bukan karena takut atau tidak berani. Tapi, mau dikasih tahu mereka tidak peduli. Dibiarkan malah menjadi-jadi. Lepas itu. Mereka yang sepaham akan sama-sama mempelajari dan mereka yang tidak sepaham akan sama-sama menghakimi.  Tak jarang pula, aku kerap menemukan kejanggalan. Yang katanya beretorika jadinya mengada-ada. Yang katanya berlogika jadinya pasang dada. Yang katanya punya segalanya jadinya meminta-minta tenaga kerja. Jadi pusing yang pamam mana dan yang tidak.

Dari kaca mata mereka

Ayam-ayam jantan berkabar ke seluruh kota. Si tukang koran baru saja lewat. Para mahasiswa satu per satu tampak lalu lalang. Pameran-pameran kaos baru saja di mulai. Stile-stile mulai beradu gengsi. Sepatu putih, celana jeans , dan tentu saja jaket over size . Kalau tidak, yah pasti baju dengan ukuran yang melebihi badan si pamerannya.  Kurang lebih dua menit. Aku baru saja tiba di kampus. Celana ala kadarnya. Kata mereka sih, ini adalah celana buangan. Kemeja flanelku terkesan seperti "Jamet" kata temanku. Itu masih mending, masih nyaman, dan tentu tidak merugikan mereka. Di atas kepalaku berdiamlah kupluk yang paling banyak di lirik oleh mereka. Kata mereka lagi, ini membuatku tampak seperti anak kuli bangunan bukan anak kuliahan.  Tertelan menit. Lewatlah sepatu putih melintas di depanku. Kali ini aku sudah duduk di tangga. Mumpung dosen belum ada, barangkali sebatang rokok masih bisa membunuh pikiranku tentang lirikan mereka. Contohnya saja yang baru saja lewat. Sepatu pu...

Pemulihan - Hari Pertama

Pagi  ini terasa berbeda lagi dari pagi yang kemarin. Hari ini lebih sedikit membahagiakan, walau pikiran-pikiran masih sering mengacaukan perjuangan pemulihan ini. Pulih yang saya maksudkan adalah pulih dari apa yang terus menempel dalam pikiran. Dengan kata lain adalah pikiran buruk serta ketakutan. Dari pengantar hingga sampai di halaman ini, mungkin masih belum cukup untuk menjelaskan apa sebetulnya tujuan tulisan ini. Saya sendiri sebagai dalang lahirnya tulisan ini tidak mengerti apa yang saya tuliskan. Ini hanya semacam bercerita tanpa suara. Melepaskan keresahan yang ada dalam pikiranku. Bukankah kekacauan juga seperti itu, sering kita tidak tahu di mana letak kekacauan bermula. Tapi semalam saya mendapatkan sebuah kesadaran, bahwa kekacauan ini berawal dari kekecewaan kita yang mulai menyerempet masuk ke dalam batin kita. Yang pada akhirnya menjatuhkan kita pada dunia yang bukan kita inginkan. Kita jauh dari Tuhan. Kita kekurangan kebahagiaan. Kita haus akan perhatian, ent...